Semua mesin-mesin canggih di Jepang ada untuk membuat hidupmu lebih mudah. Sisanya tergantung pada sumber daya manusianya yang mumpuni atau tidak. Saya sebagai sumber daya manusia asing jelas saja.. kurang mumpuni. Ketidak mumpunian saya ini disebabkan oleh language barrier, dengan kata lain kebodohan berbahasa Jepang.

Dari segala mesin-mesin yang ada di kehidupan merantau pada waktu itu, mesin cuci adalah musuh pertama saya. Waktu itu, dengan jumawa sudah membawa cucian kotor dalam keranjang trendi berwarna merah hasil warisan dari senpai terdahulu. Di ruang cuci baju ada 5 mesin cuci dan 2 setrikaan. Saat saya lihat mesin cucinya, “wah beda sama di rumah”. Memang anaknya sangat bodoh. Mana ada mesin cuci merek “Nasional” di Jepang?

I have no clue about how to operate the machine, like at all. Saya bisa baca kanjinya, tapi apa maksudnya? Masa iya di mesin cuci ada kanji 予約 yang artinya “booking”. Mau booking apa? Mesin cuci di asrama harus dibooking sebelum bisa dipakai?

Sempat putus asa dan hampir memutuskan untuk menyuci baju dengan sikat dan papan cuci secara manual. Tapi saya anaknya mager sekali. Tidak akan saya rela mengeluarkan tenaga lebih untuk mencuci manual saat di depan mata ada 5 mesin cuci. Akhirnya saya tinggalkan ember trendi itu dan kembali ke ruangan dimana ada sinyal wifi.

Youtube..

Youtube adalah kunci. Akhirnya saya menonton video panduan how to use washing machine in Japan. And it works… Dan kanji “booking” tadi adalah tombol pengaturan jika kamu mau mencuci baju di jam tertentu saat kamu tidak ada di rumah. Tinggal set pada jam berapa kamu ingin si mesin mencuci baju kamu, kemudian kamu bisa pergi beraktivitas. Mesin akan otomatis mulai mencuci di jam yang sudah kamu tentukan. Sungguh canggih.

20150414_173034
Penampakan tombol-tombol mesin cuci

Berdamai dengan mesin cuci, saya menemukan mesin lain, yaitu mesin penjual kopi otomatis. Jikalau saya bisa memeluk mesin ini, saya akan memeluknya dengan penuh cinta dan kasih. Mesin ini tidak menjual kopi botolan maupun kopi kemasan kotak. Dia menjual kopi di dalam gelas kertas seperti yang bisa kamu beli di lawson, seven eleven dan family mart. “Saya ngga perlu ngomong bahasa Jepang lagi buat mesen kopi,” begitu pikir saya. Jadi, setelah kamu masukan uang dan memilih jenis kopi yang kamu inginkan, kamu bisa mengatur komposisi kopi, gula dan creamer sesuai dengan selera kamu. Sungguh canggih.. Tapi saya bingung, setiap saya beli kenapa gelasnya muncul tanpa tutup terus. Sudah terjadi dua kali. Apa mesinnya rusak? Apa tutup gelasnya sedang habis dua hari berturut-turut?

20150727_103359
Atur sendiri komposisi kopi terbaik anda..

Ternyata, terjadi kesalah pahaman. Sebuah tombol yang saya kira sebagai tombol “saya mau gelas+tutupnya” ternyata adalah tombol “ga usah pake tutup bang”. Akhirnya di kali ketiga saya beli kopi, barulah gelas datang dengan tutupnya.

coffee.png
Dengan cantik muncul di detik ke 0

Berdamai dengan mesin penjual kopi, saya bertemu AC. Ya, air conditioner. Apasih bedanya sama di Indonesia? Ya sama-sama pendingin ruangan kan?

Beberapa hari setelah saya sampai, Tokyo masih dingin walaupun sudah masuk musim semi. Saya selalu tidur pakai celana+baju panjang, kaus kaki dan melingkar di bawah selimut. Sampai pada suatu hari, saya sedang bbm-an dengan senpai R.

dite: disini masih dingin kak. Padahal udah spring.
R: iya emg gitu, te. Nanti lama2 juga anget kok. Pake danbou aja di kamar.
dite: emang di kamar ada danbou kak?
R: lah, kan itu AC danbou juga kalo di Jepang te

FYI, danbou artinya penghangat ruangan. Penghangat ruangan. Benda yang mana dia bisa menghangatkan badanmu dari angin-angin musim semi yang suka masuk ke kamarmu lewat celah-celah kecil jendela.

Tiga hari saya tidur dalam kedinginan seperti si gadis penjual korek api, ternyata…

20150414_232309
Hai, danbou

Untuk merayakan kehangatan dari sebuah danbou akhirnya malam itu saya tidur dengan jumawa tanpa selimut dan hanya mengenakan pakaian yang tidak senonoh jika dilihat orang lain. Tetap hangat!

Memang, teknologi sungguhlah indah!


Leave a comment